Jumat, 22 Februari 2013

Berzakatlah Sebelum Allah Mengambilnya


Seorang pemuda yang bernama Tian sedang duduk mendengarkan ceramah tarawih di sebuah mesjid yang sedang dalam tahap renovasi pembangunan.”
“Ketika kotak amal lewat dihadapannya, tian berfikir, nyumbang 10.000 apa 100.000 yah. Karena malu kelamaan kotak infaq berada di depannya, akhirnya  Tian pun mengeluarkan uang Rp. 10.000 dan memasukannya ke kotak amal.”
“Tiba-tiba seorang bapak di belakangnya menyodorkan uang Rp.100.000 kepadanya, Tian pun memasukan uang itu kedalam kotak amal sambil tersenyum kagum kepada bapak yang pemurah itu.”
“Setelah kotak amal berlalu, si bapak menepuk pundak Tian sambil berkata: “Nak, itu uang tadi jatuh dari kantong samping celanamu.”

~Keluarkanlah zakat/ sedekah atas harta kita, sebelum Allah mengambilnya dgn cara yg lain~ 
The miracle of giving.


Mau sehat..? Ibadah yuk..

PUASA
Rasulullah SAW bersabda bahwasanya Allah SWT berfirman: Semua amal anak adam adalah untuknya, kecuali puasa. Karena sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan balasannya. ( HR Bukhari ).
Hadist diatas menunjukkan betapa tingginya nilai puasa (shoum). Namun selain bernilai ibadah dibalik itu semua banyak manfaat dari sisi kesehatan. Islam mengajarkan kita puasa senin & kamis. Penelitian di London menunjukkan bahwa puasa sekali sepekan bisa menurunkan Resiko

sehat

Minggu, 17 Februari 2013

Bagaimana Menyikapi Ulang Tahun

Ulang tahun termasuk di antara hari-hari raya jahiliah dan tidak pernah dikenal di zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam. Dan tatkala penentuan hari raya adalah tauqifiah (terbatas pada dalil yang ada), maka menentukan suatu hari sebagai hari raya tanpa dalil adalah perbuatan bid’ah dalam agama dan berkata atas nama Allah tanpa ilmu. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda dalam hadits Anas bin Malik radhiallahu anhu:
قَدِمْتُ عَلَيْكُمْ وَلَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُوْنَ فِيْهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ, وَقَدْ أَبْدَلَكُمُ اللهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا: يَوْمَ النَّحْرِ وَيَوْمَ الْفِطْرِ
“Saya terutus kepada kalian sedang kalian (dulunya) mempunyai dua hari raya yang kalian bermain di dalamnya pada masa jahiliyah, dan sungguh Allah telah mengganti keduanya untuk kalian dengan yang lebih baik dari keduanya, (yaitu) hari Nahr (idul Adh-ha) dan hari Fithr (idul Fithri)”. (HR. An-Nasa`i (3/179/5918) dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 4460)
Maka hadits ini menegaskan bahwa hari raya tahunan yang diakui dalam Islam hanyalah hari raya idul fithri dan idul adh-ha.
Kemudian, perayaan ulang tahun ini merupakan hari raya yang dimunculkan oleh orang-orang kafir. Sementara Nabi shallallahu alaihi wasallam telah bersabda dalam hadits Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari mereka”. (HR. Abu Daud no. 4031 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah (1/676) dan Al-Irwa` no. 2384)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah -rahimahullah- berkata, “Hukum minimal yang terkandung dalam hadits ini adalah haramnya tasyabbuh kepada mereka (orang-orang kafir), walaupun zhahir hadits menunjukkan kafirnya orang yang tasyabbuh kepada mereka”. Lihat Al-Iqtidha` hal. 83
Dan pada hal. 84, beliau berkata, “Dengan hadits inilah, kebanyakan ulama berdalil akan dibencinya semua perkara yang merupakan ciri khas orang-orang non muslim”.
Karenanya tidak boleh seorang muslim mengucapkan selamat kepada siapapun yang merayakan hari raya yang bukan berasal dari agama Islam (seperti ultah, natalan, waisak, dan semacamnya), karena mengucapkan selamat menunjukkan keridhaan dan persetujuan dia terhadap hari raya jahiliah tersebut. Dan ini bertentangan dengan syariat nahi mungkar, dimana seorang muslim wajib membenci kemaksiatan. Wallahu a’lam

disalin dari: http://al-atsariyyah.com/hukum-mengucapkan-selamat-ulang-tahun.html

Kamis, 14 Februari 2013

Apa Hukumnya Oral SeX

Apa hukumnya oral sex...???
Mufti Saudi Arabia bagian Selatan, Asy-Syaikh Al`Allamah Ahmad bin Yahya An-Najmi hafizhohullah menjawab sebagai berikut,
“Adapun isapan istri terhadap kemaluan suaminya (oral sex), maka ini adalah haram, tidak dibolehkan. Karena ia (kemaluan suami) dapat memencar. Kalau memencar maka akan keluar darinya air madzy yang dia najis menurut kesepakatan (ulama’). Apabila (air madzy itu) masuk ke dalam mulutnya lalu ke perutnya maka boleh jadi akan menyebabkan penyakit baginya.
Dan Syaikh Ibnu Baz rahimahullah telah berfatwa tentang haramnya hal tersebut –sebagaimana yang saya dengarkan langsung dari beliau-.”
Dan dalam kitab Masa`il Nisa’iyyah Mukhtarah Min Al-`Allamah Al-Albany karya Ummu Ayyub Nurah bintu Hasan Ghawi hal. 197 (cet. Majalisul Huda AI¬Jaza’ir), Muhadits dan Mujaddid zaman ini, Asy-Syaikh AI-`Allamah Muhammad Nashiruddin AI-Albany rahimahullah ditanya sebagai berikut:
“Apakah boleh seorang perempuan mencumbu batang kemaluan (penis) suaminya dengan mulutnya, dan seorang lelaki sebaliknya?”
Beliau menjawab:
“Ini adalah perbuatan sebagian binatang, seperti anjing. Dan kita punya dasar umum bahwa dalam banyak hadits, Ar-Rasul melarang untuk tasyabbuh (menyerupai) hewan-hewan, seperti larangan beliau turun (sujud) seperti turunnya onta, dan menoleh seperti
tolehan srigala dan mematuk seperti patukan burung gagak. Dan telah dimaklumi pula bahwa nabi Shallallahu `alahi wa sallam telah melarang untuk tasyabbuh dengan orang kafir, maka diambil juga dari makna larangan tersebut pelarangan tasyabbuh dengan hewan-hewan -sebagai penguat yang telah lalu-, apalagi hewan yang telah dlketahui kejelekan tabiatnya. Maka seharusnya seorang muslim –dan keadaannya seperti ini- merasa tinggi untuk menyerupai hewan-hewan.”
Dan salah seorang ulama besar kota Madinah, Asy-Syaikh AI-`Allamah `Ubaid bin ‘Abdillah bin Sulaiman AI-Jabiry hafizhahullah dalam sebuah rekaman, beliau ditanya sebagai berikut,
“Apa hukum oral seks’?” Beliau menjawab:
“Ini adalah haram, karena is termasuk tasyabbuh dengan hewan-hewan. Namun banyak di kalangan kaum muslimin yang tertimpa oleh perkara-perkara yang rendah lagi ganjil menurut syari’at, akal dan fitrah seperti ini. Hal tersebut karena ia menghabiskan waktunya untuk mengikuti rangkaian film-film porno melalui video atau televisi yang rusak. Seorang lelaki muslim berkewajiban untuk menghormati istrinya dan jangan ia berhubungan dengannya kecuali sesuai dengan perintah Allah. Kalau ia berhubungan dengannya selain dari tempat yang Allah halalkan baginya maka tergolong melampaui batas dan bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alahi wa sallam.”
Dikutip dari majalah An-Nashihah Volume 10 1427H/2006M

disalin dari: http://al-atsariyyah.com

Senin, 11 Februari 2013

Banyak Tertawa Mematikan Hati


Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَا تُكْثِرُوا الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ
“Janganlah kalian banyak tertawa, karena banyak tertawa akan mematikan hati.” (HR. At-Tirmizi no. 2227, Ibnu Majah no. 4183, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 7435)
Dari Aisyah isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa dia berkata:
مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُسْتَجْمِعًا ضَاحِكًا حَتَّى أَرَى مِنْهُ لَهَوَاتِهِ إِنَّمَا كَانَ يَتَبَسَّمُ
“Saya tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tertawa terbahak-bahak hingga kelihatan tenggorokan beliau, beliau biasanya hanya tersenyum.” (HR. Al-Bukhari no. 6092 dan Muslim no. 1497)
Penjelasan ringkas:
Sebaik-baik perkara adalah yang sederhana dan pertengahan. Tatkala Islam mensyariatkan untuk banyak tersenyum, maka Islam juga melarang untuk banyak tertawa, karena segala sesuatu yang kebanyakan dan melampaui batas akan membuat hati menjadi mati. Sebagaimana banyak makan dan banyak tidur bisa mematikan hati dan melemahkan tubuh, maka demikian pula banyak tertawa bisa mematikan hati dan melemahkan tubuh. Dan jika hati sudah mati maka hatinya tidak akan bisa terpengaruh dengan peringatan Al-Qur`an dan tidak akan mau menerima nasehat, wal ‘iyadzu billah.
Karenanya tidaklah kita temui orang yang paling banyak tertawa kecuali dia adalah orang yang paling jauh dari Al-Qur`an.
Adapun hukum banyak tertawa, maka lahiriah hadits Abu Hurairah di atas menunjukkan haramnya, karena hukum asal setiap larangan adalah haram. Apalagi disebutkan sebab larangan tersebut adalah karena bisa mematikan hati, dan sudah dimaklumi melakukan suatu amalan yang bisa mematikan hati adalah hal yang diharamkan.
Adapun tertawa sesekali atau ketika keadaan mengharuskan dia untuk tertawa, maka ini adalah hal yang diperbolehkan. Hanya saja, bukan termasuk tuntunan Nabi shallallahu alaihi wasallam jika seorang itu tertawa sampai terbahak-bahak. Karenanya tertawa terbahak-bahak adalah hal yang dibenci walaupun tidak sampai dalam hukum haram, wallahu a’lam.

Minggu, 03 Februari 2013

KATAKAN TIDAK PADA IMUNISASI


Ini beberapa alasan yang berpendapat tidak setuju dengan imunisasi:
  • Vaksin haram karena menggunakan media ginjal kera, babi, aborsi bayi, darah orang yang tertular penyakit infeksi yang notabene pengguna alkohol, obat bius, dan lain-lain. Ini semua haram dipakai secara syari’at.
  • Efek samping yang membahayakan karena mengandung mercuri, thimerosal, aluminium, benzetonium klorida, dan zat-zat berbahaya lainnya yg akan memicu autisme, cacat otak, dan lain-lain.
  • Lebih banyak bahayanya daripada manfaatnya, banyak efek sampingnya.
  • Kekebalan tubuh sebenarnya sudah ada pada setiap orang. Sekarang tinggal bagaimana menjaganya dan bergaya hidup sehat.
  • Konspirasi dan akal-akalan negara barat untuk memperbodoh dan meracuni negara berkembang dan negara muslim dengan menghancurkan generasi muda mereka.
  • Bisnis besar di balik program imunisasi bagi mereka yang berkepentingan. Mengambil uang orang-orang muslim.
  • Menyingkirkan metode pengobatan dan pencegahan dari negara-negara berkembang dan negara muslim seperti minum madu, minyak zaitun, kurma, dan habbatussauda.
  • Adanya ilmuwan yang menentang teori imunisasi dan vaksinasi.
  • Adanya beberapa laporan bahwa anak mereka yang tidak di-imunisasi masih tetap sehat, dan justru lebih sehat dari anak yang di-imunisasi.
Wallaua'lam..

SETUJU IMUNISASI...


Ini beberapa alasan yang berpendapat yang setuju dengan penggunaan imunisasi: 
  • Mencegah lebih baik daripada mengobati. Karena telah banyak kasus ibu hamil membawa virus Toksoplasma, Rubella, Hepatitis B yang membahayakan ibu dan janin. Bahkan bisa menyebabkan bayi baru lahir langsung meninggal. Dan bisa dicegah dengan vaksin.
  • Vaksinasi penting dilakukan untuk mencegah penyakit infeksi berkembang menjadi wabah seperti kolera, difteri, dan polio. Apalagi saat ini berkembang virus flu burung yg telah mewabah. Hal ini menimbulkam keresahan bagi petugas kesahatan yang menangani. Jika tidak ada, mereka tidak akan mau dekat-dekat. Juga meresahkan masyarakat sekitar.
  • Walaupun kekebalan tubuh sudah ada, akan tetapi kita hidup di negara berkembang yang notabene standar kesehatan lingkungan masih rendah. Apalagi pola hidup di zaman modern. Belum lagi kita tidak bisa menjaga gaya hidup sehat. Maka untuk antisipasi terpapar penyakit infeksi, perlu dilakukan vaksinasi.
  • Efek samping yang membahayakan bisa kita minimalisasi dengan tanggap terhadap kondisi ketika hendak imunisasi dan lebih banyak cari tahu jenis-jenis merk vaksin serta jadwal yang benar sesuai kondisi setiap orang.
  • Jangan hanya percaya isu-isu tidak jelas dan tidak ilmiah. Contohnya vaksinasi MMR menyebabkan autis. Padahal hasil penelitian lain yang lebih tersistem dan dengan metodologi yang benar, kasus autis itu ternyata banyak penyebabnya. Penyebab autis itu multifaktor (banyak faktor yang berpengaruh) dan penyebab utamanya masih harus diteliti.
  • Jika ini memang konspirasi atau akal-akalan negara barat, mereka pun terjadi pro-kontra juga. Terutama vaksin MMR. Disana juga sempat ribut dan akhirnya diberi kebebasan memilih. Sampai sekarang negara barat juga tetap memberlakukan vaksin sesuai dengan kondisi lingkungan dan masyarakatnya.
  • Mengapa beberapa negara barat ada yang tidak lagi menggunakan vaksinasi tertentu atau tidak sama sekali? Karena standar kesehatan mereka sudah lebih tinggi, lingkungan bersih, epidemik (wabah) penyakit infeksi sudah diberantas, kesadaran dan pendidikan hidup sehatnya tinggi. Mereka sudah mengkonsumsi sayuran organik. Bandingkan dengan negara berkembang. Sayuran dan buah penuh dengan pestisida jika tidak bersih dicuci. Makanan dengan zat pengawet, pewarna, pemanis buatan, mie instant, dan lain-lain. Dan perlu diketahui jika kita mau masuk ke beberapa negara maju, kita wajib divaksin dengan vaksin jenis tertentu. Karena mereka juga tidak ingin mendapatkan kiriman penyakit dari negara kita.
  • Ada beberapa fatwa halal dan bolehnya imunisasi. Ada juga sanggahan bahwa vaksin halal karena hanya sekedar katalisator dan tidak menjadi bagian vaksinContohnya Fatwa MUI yang menyatakan halal. Dan jika memang benar haram, maka tetap diperbolehkan karena mengingat keadaan darurat, daripada penyakit infeksi mewabah di negara kita. Harus segera dicegah karena sudah banyak yang terjangkit polio, Hepatitis B, dan TBC.
Wallaua'lam..

Jumat, 01 Februari 2013

Sifat Mandi Junub Nabi


Allah Ta’ala berfirman:
وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُواْ
“Dan jika kalian junub maka bersucilah (mandilah).” (QS. Al-Maidah: 6)
Dari Aisyah -radhiallahu anha- dia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اغْتَسَلَ مِنْ الْجَنَابَةِ يَبْدَأُ فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ ثُمَّ يُفْرِغُ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ ثُمَّ يَتَوَضَّأُ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ ثُمَّ يَأْخُذُ الْمَاءَ فَيُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِي أُصُولِ الشَّعْرِ حَتَّى إِذَا رَأَى أَنْ قَدْ اسْتَبْرَأَ حَفَنَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ حَفَنَاتٍ ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ
“Kebiasaan Rasulullah -shallallahu’alaihiwasallam- jika beliau mandi junub adalah: Beliau memulainya dengan mencuci kedua tangan beliau, kemudian beliau menuangkan air dengan tangan kanan ke atas tangan kiri lalu mencuci kemaluanya, kemudian beliau berwudhu seperti wudhu untuk shalat, kemudian beliau mengambil air lalu memasukkan jari-jemarinya ke semua pangkal rambut. Sampai setelah beliau memandang bahwa airnya sudah merata mengenai semua rambut beliau, beliau lalu menyiram kepalanya sebanyak tiga kali tuangan, kemudian beliau mencuci seluruh tubuh beliau, kemudian akhirnya mencuci kedua kaki beliau.” (HR. Al-Bukhari no. 248 dan Muslim no. 316)
Dari Maimunah bintu Al-Harits -radhiallahu anha- dia berkata:
أَدْنَيْتُ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غُسْلَهُ مِنْ الْجَنَابَةِ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ ثُمَّ أَفْرَغَ بِهِ عَلَى فَرْجِهِ وَغَسَلَهُ بِشِمَالِهِ ثُمَّ ضَرَبَ بِشِمَالِهِ الْأَرْضَ فَدَلَكَهَا دَلْكًا شَدِيدًا ثُمَّ تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ ثُمَّ أَفْرَغَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ حَفَنَاتٍ مِلْءَ كَفِّهِ ثُمَّ غَسَلَ سَائِرَ جَسَدِهِ ثُمَّ تَنَحَّى عَنْ مَقَامِهِ ذَلِكَ فَغَسَلَ رِجْلَيْهِ ثُمَّ أَتَيْتُهُ بِالْمِنْدِيلِ فَرَدَّهُ
“Aku pernah membawa air mandi untuk junub kepada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam-. Lalu beliau memulai dengan membasuh dua telapak tangannya sebanyak dua atau tiga kali. Kemudian beliau memasukkan tangannya ke dalam wadah berisi air, lalu menuangkan air tersebut pada kemaluan beliau, dan beliau mencucinya (kemaluan) dengan tangan kiri. Setelah itu, beliau menggosokkan tangan kiri ke tanah dengan gosokan yang kuat. Kemudian beliau berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Kemudian beliau menuangkan air ke kepala beliau sebanyak tiga kali sepenuh telapak tangan, lalu beliau mencuci seluruh tubuhnya. Kemudian beliau bergerak mundur dari tempat beliau berdiri, lalu beliau mencuci kedua kakinya. Kemudian aku mengambilkan handuk untuk beliau, tetapi beliau menolaknya.” (HR. Al-Bukhari pada banyak tempat, di antaranya no. 259 dan Muslim no. 723)
Kalimat [berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat], diterangkan dalam riwayat lain, “Kemudian beliau berkumur-kumur dan menghirup air ke dalam hidung, kemudian beliau mencuci wajahnya dan kedua lengannya (tangannya sampai siku).”
Penjelasan ringkas:
Para ulama menyebutkan bahwa kaifiat mandi junub ada 2 cara, dan bisa dipilih salah satunya:
1. Cara yang sempurna, yaitu mengerjakan semua rukun, wajib dan sunnah dalam mandi junub.
Ini sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Aisyah dan Maimunah di atas.
2. Cara yang mujzi’ (yang mencukupi), yaitu hanya melakukan yang merupakan rukun dalam mandi junub.
Seperti yang diisyaratkan dalam ayat di atas. Imam Ibnu Hazm berkata dalam Al-Muhalla (2/28) menjelaskan ayat di atas, “Bagaimanapun caranya dia bersuci (mandi) maka dia telah menunaikan kewajiban yang Allah wajibkan padanya.”
Penjelasan lebih detail masalah ini silakan baca di sini: cara mandi junub
Masalah lain yang bisa dipetik dari dalil-dalil di atas adalah:
1.    Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin menyatakan tidaknya wajib berwudhu setelah mandi junub berdasarkan ayat di atas. Karena Allah Ta’ala telah menyatakan mandi itu sebagai thaharah dan wudhu termasuk thaharah.
2.    Hukum gerakan wudhu yang ada di  pertengahan mandi junub adalah sunnah, karena pada mandi junub yang cukup tidak disinggung masalah wudhu.
3.    Bolehnya ada jarak antara mencuci anggota wudhu yang satu dengan yang lainnya dalam wudhu, selama anggota wudhu sebelumnya belum kering. Pada hadits Maimunah beliau mengundurkan mencuci kaki dari semua gerakan wudhu sebelumnya.
4.    Sebaiknya tidak menggunakan handuk atau yang semacamnya untuk membasuh tubuh setelah mandi junub, akan tetapi hendaknya menggunakan tangan sebagaimana yang diterangkan dalam riwayat lain hadits Maimunah.
5.    Menggunakan tangan kiri ketika akan menyentuh sesuatu yang najis.

Cara Mandi Junub Sesuai Sunnah


Para ulama menyebutkan bahwa kaifiat mandi junub ada 2 cara:
1. Cara yang sempurna, yaitu mengerjakan semua rukun, wajib dan sunnah dalam mandi junub.
2. Cara yang mujzi’ (yang mencukupi), yaitu hanya melakukan yang merupakan rukun dalam mandi junub.
(Lihat Al-Mughni: 1/287, Al-Majmu’: 2/209 dan Al-Muhalla: 2/28)
Kaifiat mandi yang mujzi’:
1. Niat.
2. Mencuci  dari kotoran yang menimpa atau najis –kalau ada-.
3. Menyiram kepala sampai ke dasar rambut dan seluruh anggota badan dengan air.
Ada beberapa dalil yang menunjukkan cara ini, diantaranya:
1. Firman Allah Ta’ala, “Dan kalau kalian junub maka bersucilah.”(QS. Al-Maidah: 6)
Imam Ibnu Hazm berkata dalam Al-Muhalla (2/28), “Bagaimanapun caranya dia bersuci (mandi) maka dia telah menunaikan kewajiban yang Allah wajibkan padanya.”
2. Ummu Salamah pernah bertanya kepada Rasulullah -shalllallahu alaihi wasallam-, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya adalah wanita yang mempunyai gulungan rambut yang tebal, apakah saya harus membukanya saat mandi junub?” beliau menjawab, “Tidak perlu, yang wajib atas kamu hanyalah menuangkan air di atas kepalamu sebanyak tiga kali tuangan kemudian kamu menuangkan air ke seluruh tubuhmu. Maka dengan itu kamu telah suci.” (HR. Muslim no. 742 dan selainnya)
3. Hadits Imran bin Hushain yang panjang dalam Ash-Shahihain, dia berkata, “Dan yang terakhir adalah diberikannya satu bejana air kepada yang orang yang terkena janabah lalu beliau (Nabi) bersabda: Pergilah dan tuangkan air itu ke seluruh tubuhmu.”(Lihat Asy-Syarh Al-Mumti’: 1/424).
Kami katakan: Bagi mereka yang kekurangan air atau yang tidak punya banyak waktu untuk mandi -karena harus segera shalat atau selainnya-, maka hendaknya mereka cukup mengerjakan kaifiat ini karena ini adalah ukuran minimal syahnya mandi.
Kaifiat mandi sempurna:
Sifat mandi yang sempurna ada dua cara, disebutkan dalam hadits Aisyah dan Maimunah yang keduanya diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim. Berikut penyebutannya:
A. Cara mandi junub yang pertama:
Aisyah berkata, “Sesungguhnya kebiasaan Nabi -shallallahu alaihi wasallam- kalau beliau mandi junub adalah: Beliau mulai dengan mencuci kedua (telapak) tangannya, kemudian beliau berwudhu (sempurna) seperti wudhu beliau kalau mau shalat. Kemudian beliau mengambil air lalu memasukkan jari-jemarinya ke dasar-dasar rambutnya, sampai tatkala beliau merasa air sudah membasahi semua bagian kulit kepalanya, beliau menyiram kepalanya dengan air sebanyak tiga kali tuangan, kemudian beliau menyiram seluruh bagian tubuh yang lainnya.” (HR. Al-Bukhari no. 248, 272 dan Muslim no. 316)
Kesimpulan cara yang pertama adalah:
1. Mencuci kedua telapak tangan tanpa ada pembatasan jumlah.
2. Berwudhu sempurna, dari mencuci telapak tangan sampai mencuci kaki. Jadi telapak tangannya kembali dicuci, berdasarkan lahiriah hadits.
3. Setelah berwudhu sempurna, beliau mengambil air dengan kedua telapak tangan beliau lalu menyiramkannya ke kepala seraya memasukkan jari jemari beliau ke bagian dalam rambut agar seluruh bagian rambut dan kulit kepala terkena air.
4. Setelah yakin seluruh bagian kulit kepala telah terkena air, beliau menuangkan air ke atas kepalanya sebanyak tiga kali tuangan.
5. Kemudian yang terakhir beliau menyiram seluruh tubuhnya yang belum terkena air.
B. Cara mandi junub yang kedua:
Ini disebutkan dalam hadits Maimunah, istri Nabi -shallallahu alaihi wasallam-. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 259, 265, 266, 274, 276, 281 dan berikut lafazh gabungan seluruh riwayatnya:
Maimunah berkata, “Saya meletakkan air yang akan digunakan oleh Nabi -shallallahu alaihi wasallam- untuk mandi lalu menghijabi beliau dengan kain. Maka beliau menuangkan air ke kedua (telapak) tangannya lalu mencuci keduanya sebanyak dua kali atau tiga kali, kemudian beliau menuangkan air dengan tangan kanannya ke tangan kirinya lalu mencuci kemaluannya dan bagian yang terkena kotoran, kemudian beliau menggosokkan tangannya ke lantai atau ke dinding sebanyak dua kali atau tiga kali. Kemudian beliau berkumur-kumur dan menghirup air ke dalam hidung, kemudian beliau mencuci wajahnya dan kedua lengannya (tangannya sampai siku), kemudian beliau menyiram kepalanya sebanyak tiga kali kemudian menuangkan air ke seluruh tubuhnya. Kemudian beliau bergeser dari tempatnya lalu mencuci kedua kakinya.” Maimunah berkata, “Lalu saya membawakan sepotong kain kepada beliau (sebagai handuk) tapi beliau tidak menghendakinya lalu beliau mengusap air dari badannya dengan tangannya.” (Diriwayatkan juga yang semisalnya oleh Muslim no. 723)
Kesimpulan cara yang kedua:
1. Menuangkan air ke kedua telapak tangannya lalu mencuci keduanya sebanyak dua atau tiga kali.
2. Mengambil air dengan tangan kanannya lalu menuangkannya ke tangan kirinya, lalu beliau mencuci kemaluannya dengan tangan kirinya dan juga mencuci bagian tubuh yang terkena kotoran (madzi atau mani).
3. Menggosokkan tangan kirinya itu ke lantai atau dinding atau tanah untuk membersihkannya, sebanyak dua atau tiga kali.
4. Berkumur-kumur dan menghirup air ke dalam hidung lalu mengeluarkannya.
5. Mencuci wajah lalu mencuci kedua tangan sampai ke siku.
6. Lalu menyiram kepala sebanyak tiga kali siraman.
7. Menyiram seluruh bagian tubuh yang belum terkena air.
8. Bergeser dari tempatnya berdiri lalu mencuci kedua kaki.
Inilah dua kaifiat mandi junub sempurna yang setiap muslim hendaknya mengerjakan keduanya secara bergantian pada waktu yang berbeda, terkadang mandi junub dengan kaifiat Aisyah dan pada kesempatan lain dengan kaifiat Maimunah, wallahu a’lam.
Berikut beberapa permasalahan dalam mandi junub yang tidak tersebut pada kedua hadits di atas:
1. Wajibnya niat dan tempatnya didalam hati.
Karena niat adalah syarat sahnya seluruh ibadah, sebagaimana dalam  hadits Umar bin Al-Khaththab yang masyhur, “Sesungguhnya setiap amalan -syah atau tidaknya- tergantung dengan niatnya.”(HR. Al-Bukhari no. 1 dan 54 dan Muslim no. 1907)
2. Hukum membaca basmalah.
Tidak disebutkan dalam satu nash pun adanya bacaan basamalah dalam mandi junub, karenanya kami berpendapat tidak adanya bacaan basmalah di awal mandi junub. Kecuali kalau dia membaca bismillah untuk gerakan wudhu yang ada di tengah-tengah kaifiat mandi, maka itu kembalinya kepada hukum membaca basmalah di awal wudhu. Dan telah kami bahas pada beberapa edisi yang telah berlalu bahwa hukumnya adalah sunnah.
3. Diharamkan seorang yang mandi junub untuk menceburkan dirinya ke dalam air yang diam seperti kolam dan sejenisnya. Berdasarkan hadits Abu Hurairah secara marfu, “Janganlah salah seorang di antara kalian mandi di dalam air yang diam sementara dia junub.” (HR. Muslim no. 283)
4. Disunnahkan untuk memulai dengan anggota tubuh bagian kanan. Aisyah berkata, “Kami (istri-istri Nabi) jika salah seorang di antara kami junub, maka dia mengambil air dengan kedua tangannya lalu meletakkannya di atas kepalanya. Salah satu tangannya menuangkan air ke bagian kepalanya yang kanan dan tangannya yang lainnya di atas bagian kepalanya yang kiri. Dia melakukan itu sebanyak tiga kali.” (HR. Al-Bukhari no. 277)
5. Bagi yang mengikat rambutnya, apakah dia wajib melepaskan ikatannya?
Imam Al-Baghawi berkata -tentang hadits Ummu Salamah yang telah berlalu di awal pembahasan- dalam kitab Syarh Sunnah (2/18), “Hadits inilah yang diamalkan di kalangan semua ahli ilmi, bahwasanya membuka kepang rambut tidak wajib pada mandi junub selama air bisa masuk ke dasar rambutnya.”
Kami katakan: Kalau tidak bisa masuk maka wajib membukan ikatan rambutnya.
6. Bolehkah memakai handuk setelah mandi junub?
Wallahu a’lam, lahiriah hadits Maimunah di atas dimana Nabi -shallallahu alaihi wasallam- menolak handuk yang diberikan oleh Maimunah, menunjukkan disunnahkannya untuk tidak membasuh badan dengan kain akan tetapi dengan tangan. Walaupun hukum asalnya adalah boleh membasuh tubuh dengan kain setelah mandi, hanya saja yang kita bicarakan adalah mana yang lebih utama.
7. Setelah mandi junub, seseorang boleh langsung shalat tanpa berwudhu kembali karena mandi junub sudah mencukupi dari wudhu. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah, “Adalah Nabi -shallallahu alaihi wasallam- tidak berwudhu lagi setelah mandi.” (HR. Abu Daud no. 172)
Ibnu Qudamah berkata dalam Al-Mughny 1/289, “Mandi (junub) dijadikan sebagai akhir dari larangan untuk shalat, karenanya jika dia telah mandi, maka wajib untuk tidak terlarang dari sholat. Sesungguhnya keduanya yaitu mandi dan wudhu, dua ibadah yang sejenis, maka yang kecil di antara keduanya (wudhu) masuk (terwakili) ke dalam  yang besar sebagaiamana halnya umrah di dalam haji.”
8. Tidak boleh menggabungkan antara mandi junub dengan mandi haid, karena kedua jenis mandi ini telah tegak dalil yang menerangkan wajibnya untuk mengerjakan masing-masing darinya secara tersendiri, karenanya tidak boleh disatukan pada satu mandi. Lihat pembasan masalah ini dalam Tamamul Minnah hal. 126, Al-Muhalla (2/42-47)
Adapun mandi junub dengan mandi jumat, maka boleh digabungkan. Berdasarkan hadits Aisyah secara marfu’, “Barangsiapa yang mandi pada hari jumat maka hendaknya dia mandi dengan cara mandi junub.” (HR. Ahmad)
Para ulama menerangkan bahwa pengamalan hadits di atas bisa dengan dua cara:
a. Apakah dia sengaja membuat dirinya junub yaitu dengan berhubungan dengan istrinya pada hari jumat, agar dia bisa mandi junub pada hari itu.
b. Ataukah dia mandi jumat dengan kaifiat mandi junub, walaupun dia tidak dalam keadaan junub, wallahu a’lam.
9. Dimakruhkan untuk berlebih-lebihan (boros) dalam menggunakan air, baik dalam wudhu maupun dalam mandi junub. Ini berdasarkan dalil umum yang melarang untuk tabdzir (boros) dan berlebih-lebihan dalam segala sesuatu.
10. Cara mandi bersih dari haid/nifas sama dengan mandi junub kecuali dalam dua hal:
a. Disunnahkan setelah mandi untuk menggosok kemaluan dan yang bagian terkena darah dengan kapas atau yang semacamnya yang telah diolesi dengan minyak wangi. Ini untuk membersihkan dan mensucikan dari bau yang kurang sedap.
Hal ini berdasarkan hadits Aisyah secara marfu’, “Salah seorang di antara kalian (wanita haid) mengambil air yang dicampur dengan daun bidara lalu dia bersuci dan memperbaiki bersucinya. Kemudian dia menuangkan air di atas kepalanya seraya menggosoknya dengan gosokan yang kuat sampai air masuk ke akar-akar rambutnya, kemudian dia menyiram seluruh tubuhnya dengan air. Kemudian dia mengambil secarik kain yang telah dibaluri dengan minyak misk lalu dia berbersih darinya.” Aisyah berkata, “Dia mengoleskannya ke bekas-bekas darah.” (HR. Muslim no. 332 dari Aisyah)
b. Disunnahkan mandi dengan air dan daun bidara sebagaimana dalam hadits di atas.
Wallahu a’lam bishshawab

Keutamaan Hari Jumat


Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا
“Sebaik-baik hari adalah hari Jum’at, karena pada hari itulah Adam diciptakan, pada hari itu pula dia dimasukkan ke dalam surga, dan pada hari itu pula dia dikeluarkan darinya.” (HR. Muslim no. 854)
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا
“Barangsiapa yang berwudhu lalu dia menyempurnakan wudhunya, kemudian dia mendatangi shalat jumat, lalu dia mendengarkan (khutbah) dan tidak berbicara, maka akan diampuni (dosa-dosa yang dilakukannya) antara hari itu sampai hari jumat depannya, ditambah tiga hari. Dan barangsiapa yang memegang-megang batu kerikil, maka dia telah berbuat kesia-siaan.” (HR. Muslim no. 857)
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ
“Antara shalat lima waktu, antara shalat jumat satu ke shalat jumat berikutnya, dan antara puasa ramadhan ke puasa ramadhan berikutnya adalah penghapus untuk dosa di antara keduanya, apabila dia menjauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim no. 857)
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membicarakan perihal hari jumat. Beliau bersabda:
فِيهِ سَاعَةٌ لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَأَشَارَ بِيَدِهِ يُقَلِّلُهَا
“Di dalamnya ada satu waktu dimana tidaklah seorang hamba muslim mengerjakan shalat lalu dia berdoa tepat pada saat tersebut, melainkan Allah akan mengabulkan doanya tersebut.” Kemudian beliau memberi isyarat dengan tangannya yang menunjukkan sedikitnya saat tersebut.” (HR. Al-Bukhari no. 1415 dan Muslim no. 852)
Penjelasan ringkas:
Hari jumat merupakan hari agung yang Allah mengistimewakan umat Islam dibandingkan semua umat sebelumnya dengan menganugerahkan kepada mereka hari ini. Hari jumat ini merupakan hari terciptanya manusia pertama, hari dia dimasukkan ke dalam surga, hari dia dikeluarkan darinya, dan tidak akan tegak hari kiamat kecuali pada hari jumat. Dia merupakan hari raya pekanan kaum muslimin, shalat berjamaah pada hari tersebut (shalat jumat) -ditambah syarat lainnya- merupakan penghapus dosa selama sepekan ke depan bahkan Allah menambahkan padanya 3 hari sebagai rahmat dan keutamaan-Nya kepada para hamba. Di akhir hari tersebut ada waktu mustajabah dimana Allah menjamin akan mengabulkan doa orang yang berdoa saat itu. Dan para ulama menyatakan bahwa waktu tersebut adalah antara shalat ashar dan maghrib di akhir hari jumat.
Sebagai tambahan, penghapusan dosa yang tersebut dalam hadits Abu Hurairah yang kedua dan yang ketiga, dipersyaratkan: Dia harus berwudhu dengan wudhu yang sempurna, mendengarkan khutbah dengan seksama dengan tidak berbicara apapun ketika imam berkhutbah, tidak mengerjakan satupun amalan sia-sia seperti mempermainkan kerikil dan semacamnya, lalu ikut mengerjakan shalat jumat. Wallahu a’lam