Rabu, 09 Desember 2015

JENIS-JENIS MANASIK HAJI

JENIS-JENIS MANASIK HAJI.
Jenis-jenis manasik haji yang telah ditetapkan syariat ada tiga,yaitu:
1. Ifrod
Ifrad merupakan salah satu dari jenis manasik haji yang hanya berihrom untuk haji tanpa dibarengi dengan umroh,maka seorang yang memilih jenis manasik ini harus berniat untuk haji saja, kemudian pergi ke Makkah dan berthowaf qudum, apabila telah berthowaf maka dia tetap berpakaian ihrom dan dalam keadaan muhrim sampai hari nahar (tanggal 10 dzul hijah dan tidak dibebani hadyu (sembelihan),serta tidak ber sa'i kecuali sekali dan umrohnya dapat dilakukan pada perjalanan yang lainnya.

Diantara bentuk-bentuk Ifrad adalah:
a. Berumroh sebelum bulan-bulan haji dan tinggal menetap diMakkah sampai haji.
b. Berumroh sebelum bulan-bulan haji,kemudian pulang ketempat tinggalnya dan setelah itu kembali ke Mekkah untuk menunakann ibadah haji.

2. Tamatu'
Tamatu' adalah berihrom untuk umrah di bulan-bulan haji setelah itu berihrom untuk haji pada tahun itu juga. Dalam hal ini diwajibkan baginya untuk menyembelih hadyu (sembelihan). Oleh karena i tu setelah thawaf dan sya'i dia mencukur rambut dan pada tanggal 8 Dzul hijjah berihram untuk haji.

3. Qiran
Qiran adalah berihram untuk umrah dan haji sekaligus, dan membawa hadyu (sembelhan) sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan qiran ini memiliki tiga bentuk:
a. Berihram untuk haji dan umrah bersamaan, dengan menyatakan "لَبَيْكَ عُمْرَةً وَحَجًّا " dengan dalil bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam didatangi Jibril Alaihissallam dan berkata:

صَلِّ فِيْ هَذَا اْلوَادِى الْمُبَارَكِ وَ قُلْ عُمَْرَةً فِى حَجَّةٍ

"Shalatlah di wadi yang diberkahi ini dan katakan "'Umrah fi hajjatin". [HR Bukhari]

b. Berihram untuk umrah saja pertama kali kemudian memasukkan haji atasnya sebelum memulai thawaf. Dengan dalil hadits yang diriwayatkan 'Aisyah ketika beliau berihram untuk umrah kemudian haidh di Saraf. Lalu Rasulullah memerintahkan beliau untuk berihlal (ihram) untuk haji dan perintah tersebut bukan merupakan pembatalan umrah dengan dalil sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits tersebut:

سَعْيُكِ طَوَافُكِ لِحَجِّكِ وَعُمْرَتِكِ

"Cukuplah bagi kamu thawafmu untuk haji dan umrahmu" [HR Muslim no. 2925/132]

c. Berihram untuk haji kemudian memasukkan umrah atasnya. Tentang kebolehan hal ini para ulama ada dua pendapat:

1.Boleh dengan dalil hadits 'Aisyah.

أَهَلَّ رَسُوْلُ الله بِالْحَجِّ

"Rasululloh berihlal (ihrom) dengan haji".

dan hadits Ibnu Umar.

صَلِّ فِيْ هَذَا اْلوَادِى الْمُبَارَكِ وَ قُلْ عُمَْرَةً فِى حَجَّةٍ

"Shalatlah di wadi yang diberkahi ini dan katakan "'Umrah fi hajjatin" [HR Bukhari]

دَخَلَ اْلعُمْرَةُ فِىْ الْحَجِّ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

"Telah masuk umroh kedalam haji sampa hari kiamat".

Dalil-dalil ini menunjukkan kebolehan memasukkan umrah kedalam haji.

2. Tidak boleh dan ini adalah pendapat yang masyhur dalam madzhab Hanbali. Berkata Syaikhul Islam : Dan seandainya dia berihram dengan haji kemudian memasukkan umrah ke dalamnya, maka tidak boleh menurut pendapat yang rojih dan sebaliknya dengan kesepakatan para ulama. [12]

Kemudian berselisih para ulama dari ketiga macam/jenis manasik ini dan dapat kita simpulkan menjadi tiga pendapat:

1. Tamattu' lebih utama dan ini merupakan pendapat Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, 'Aisyah, Alhasan, 'Atha', Thawus, Mujahid, Jabir bin Zaid, Al-Qarim, Saalim, Ikrimah, Ahmad bin Hanbal, dan madzhab ahli zhahir serta merupakan pendapat yang masyhur dari madzhab hanbali dan satu daru dua pendapat Imam Syafi'i.

2. Qiran lebih utama dan ini merupakan pendapat madzhab Hanafi dan Tsaury berhujjah dengan:

a. Hadits Anas, beliau berkata:

سَمِعْتُ رَسُوْلَ الله أَهَلَّ بِهَا جَمِيْعًا: لَبَيْكَ عُمْرَةً وَ حَجًّا، لَبَيْكَ عُمْرَةً وَ حَجًّا (متفق عليه)

"Aku mendengar Rasulullah berihlal dengan keduanya: labbaik Umrotan wa hajjan" [Mutafaqun Alaih]

b. Hadits Adh-Dhaby bin Ma'bad ketika talbiyah dengan keduanya, kemudian datang umar lalu dia menanyakannya,maka beliau berkata: "Kamu telah mendapatkan sunah Nabimu. [HR Abu Dawud no. 1798; Ibnu Majah no. 2970 ddengan sanad shahih]

c. Pebuatan Ali dan perkataannya kepada Utsman ketika menegurnya.

سَمِعْتُ النَّبِيَّ يُلَبِّي بِهَا جَمِيْعًا فَلَمْ أَكُنْ أَدَعَ قَوْلَ رَسُوْلِ اللهِ لِقَوْلِكَ (رواه البيهقي)

"Aku mendengar Rasulullah bertalbiyyah dengan keduanya sekalgus, maka aku tidak akan meninggalkan ucapan Rasulullah karena pendapatmu" [HR Baihaqi]

d. Karena pada Qiran ada pembawaan hadyu, maka lebih utama dari yang tidak membawa.

3. Ifrad lebih utama dan ini merupakan pendapat Imam Malik dan yang terkenal dari Madzhab Syafi'i serta pendapat Umar, Utsman, Ibnu Umar, Jabir dan 'Aisyah; dengan hujjah:

a. Hadits Aisyah dan Jabir yang menjelaskan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan haji ifrad
b. Karena haji tersebut sempurna tanpa membutuhkan penguat, maka yang tidak membutuhkan lebih utama dari yang membutuhkan.
c. Amalan Khulafaur Rasyidin

Sedangkan yang rajih - والله أعلم adalah pendapat pertama dengan dalil:
a. Hadits Ibnu Abbas, beliau berkata: ketika Rasulullah sampai di Dzi Thuwa dan menginap disana , lalu setelah shalat subuh beliau berkata:

مَنْ شَاءَ أَنْ يَجَْلَهَاعُمْرَةً فَلْيَجْعَلْهَا عُمْرَةً

"Barang siapa yang ingin menjadikannya umrah maka jadikanlah dia sebagai umrah" [Mutafaqun alaihi]

b. Hadits Aisyah

خَرَجْنَا مَعَ رَسُوْلِ الله n وَلاَ أُرِيْدُ إِلاَّ أَنَّهُ الْحَجَّ، فَلَما قَدِمْنَا مَكَةَ تَطَوَّفْنَا بِالْبَيْتِ فَأَمَرَ رَسُوْلُ اللهِ مَنْ لَمْ يَكُنْ سَاقَ اْلهَدْيِ أَنْ يُحِلَّ، قَالَتْ فَحَلَّ مَنْ لَمْ يَكُنْ سَاقَ الْهَدْيِ وَ نِسَاؤُهُ لَمْ يَسُقْنَ الْهَدْيَ فَأَحْلَلْنَا 

"Kami telah berangkat bersama Rasulullah dan tidaklah kami ingin kecuali untuk haji, ketika kami tiba di Makkah kami thawaf di ka'bah, lalu Rasulullah memerintahkan orang yang tidak membawa hadyu (senmbelihan) untuk bertahalul, berkata Aisyah: maka bertahalullah orang yang tidak membawa hadyu dan istri-istri belia tidak membawa hadyu maka mereka bertahalul".[Mutafaqun alaih]

c. Juga terdapat riwayat Jabir dan Abu Musa bahwa Rasulullah memerintahkan sahabat-sahabatnya ketika selesai thawaf di ka'bah untuk tahalul dan menjadikannya sebagai umrah.

Maka perintah pindah dari Ifrad dan Qiran kepada tamatu' menujukkan bahwa tamatu' lebih utama. Karena, tidaklah beliau memindahkan satu hal kecuali kepada yang lebih utama.

d. Sabda Raslullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

لَوِ اسْتَقْبَلْتُ مِنْ أَمْرِيْ مَا اسْتَدَْبَرْتُ مَا سُقْتُ الْهَدَْيَ وَ لَجَعَلْتُهَا عُمْرَةً

"Seandainya saya dapat mengulangi apa yang telah lalu dari amalan saya maka saya tidak akan membawa sembelihan dan menjadikannya Umrah". [HR Muslim Ahmad no. 6/175]

e. Kemarahan dan kekesalan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada para sahabatnya yang masih bimbang dengan anjuran beliau agar mereka menjadikan haji mereka umrah sebagaimana hadits Aisyah.

فَدَخَلَ عَلِيَّ وَ هُوَ غَضْبَانٌ فَقُْلْتُ: مَنْ أَغْضَبَكَ يَا رَسُوْلَ الله أَدْخَلَهُ اللهُ النَّارَ؟ قَالَ أَوَمَا شَعَرْتِ أَنِّيْ أَمَرْتُ النَّاسَ بِأَمْرٍ فَإِذَا هُمْ يَتَرَدَّدُوْنَ 

"Maka masuklah Ali dan beliau dalam keadaan marah, lalu aku berkata: "Siapa yang membuatmu marah wahai Rasulullah semoga Allah memasukkannya ke dalam neraka?" Beliau menjawab: "Apakah kamu tidak tahu, aku memerintahkan orang-orang dengan suatu perintah , lalu mereka bimbang. (ragu dalam melaksanakannya)". [HR Muslim]

Maka jelaslah kemarahan beliau ini menunjukan satu keutamaan yang lebih dari yang lainnya - والله أعلم - 

Sedangkan Syaikul Islam Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa hukumnya disesuaikan dengan keadaan, kalau dia membawa hadyu (sembelihan) maka qiran lebih utama, dan apabila dia telah berumrah sebelum bulan-bullan haji maka ifrad lebih utama dan selainnya tamatu' lebih utama. Beliau berkata: Dan yang rajih dalam hal ini adalah hukumnya berbeda-beda sesuai dengan perbedaan orang yang berhaji, kalau dia bepergian dengan satu perjalanan umrah dan satu perjalanan untuk haji atau bepergian ke Makkah sebelum bulan-bulan haji dan berumrah kemudian tinggal menetap disana sampai haji, maka dalam keadaan ini ifrad lebih utama baginya, dengan kesepakatan imam yang empat. Dan apabila dia mengerjakan apa yang telah dilakukan kebanyakan orang, yaitu mengabungkan antara umrah dan haji dalam satu kali perjalanan dan masuk Makkah dalam bulan-bulan haji, maka dalam keadaan ini qiran lebih utama baginya kalau dia membawa hadyu, dan kalau dia tidak membawa hadyu maka, bertahalul dari ihram untuk umrah lebih utama.

Wallahu a'lam

Jumat, 23 Oktober 2015

HAJI & UMRAH MENGHILANGKAN KEMISKINAN

Muncul sebuah pemikiran yang salah bahwa ibadah haji dan umrah hanya membuang-buang uang saja dan termasuk pemborosan. Tentu ini pemikiran yang salah besar. Dengan beberapa alasan berikut:

1. Ibadah haji dan umrah hanya diwajibkan bagi mereka yang mampu saja

Tentu bukan pemborosan dan pemaksaan jika diwajibkan bagi yang mampu saja. Mampu dalam artian mampu dari segi harta dan fisik. Jika tidak mampu maka tidak diwajibkan.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali Imran: 97).

2. Ibadah Haji dan Umrah adalah perintah dari Allah, Rabb semesta Alam

Yang namanya perintah dari Allah tentu harus dilaksanakan. Karena kita seorang hamba yang harus patuh terhadap Rabb-nya. Perlu diketahui juga bahwa semua perintah dalam syariat adalah untuk kebaikan dan kemashlahatan manusia.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata dalam risalahnya,
الدين مبني على المصالح في جلبها و الدرء للقبائح
Agama dibangun atas dasar yaitu mewujudkan mashlahat dan menolak berbagai keburukan”
Kemudian beliau menjelaskan,
ما أمر الله بشيئ, إلا فيه من المصالح ما لا يحيط به الوصف
Tidaklah Allah memerintahkan sesuatu kecuali padanya terdapat berbagai mashlahat yang tidak bisa diketahui secara menyeluruh”1
Terkadang manusia hanya menghitung dengan logikanya saja dan terlalu berhitung secara matematika, padahal Allah lebih mengetahui apa yang terbaik baik hamba-Nya.
Allah berfirman,
أَنْتُمْ أَعْلَمُ أَمِ اللَّهُ
“Apakah kamu lebih mengetahui ataukah Allah” (QS. al-Baqarah: 140).

3. Ibadah Haji dan umrah bisa menghilangkan kemiskinan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ كَمَا يَنْفِى الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُورَةِ ثَوَابٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
Ikutkanlah umrah kepada haji, karena keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosasebagaimana pembakaran menghilangkan karat pada besi, emas, dan perak. Sementara tidak ada pahala bagi haji yang mabrur kecuali surga.”2
Syaikh Abul ‘Ula Al-Mubarakfuri rahimahullah menjelaskan bahwa maksud menghilangkan kemiskinan di sini bisa bermakna dzahir atau makna batin. Beliau berkata,
أي يزيلانه وهو يحتمل الفقر الظاهر بحصول غنى اليد ، والفقر الباطن بحصول غنى القلب
Haji dan umrah menghilangkan kefakiran, bisa bermakna kefakiran secara dzahir, dengan terwujudnya kecukupan harta. Bisa juga bermakna batin yaitu terwujudnya kekayaan dalam hati.”3
Qana’ah adalah kekayaan terbesar dalam hidup manusia, merasa bahagia dengan apa yang Allah berikan walaupun orang lain (orang kaya) menganggapnya kurang.

4. Ibadah bisa memberikan rasa ketenangan dan kebahagiaan, sangat rasional jika seseorang mengeluarkan harta untuk mencarinya

Tentu dengan beribadah dan mengingat Allah maka hati akan tenang, bahagia dan tentram. Terlebih beribadah di depan ka’bah dan kota yang diberkahi yaitu Mekkah dan Madinah.
Allah Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram“. (Ar- Ra’d : 28).
Banyak orang yang keluar negeri untuk berwisata, mencari kebahagiaan dan refreshing. Tentu mereka menghabiskan dana yang tidak sedikit. Tentu tidak ada yang salah jika seorang muslim juga mengeluarkan biaya ke luar negeri (Saudi) untuk mencari kebahagiaan dan ketenangan yang hakiki melalui ibadah.
Demikian semoga bermanfaat.

***
Catatan kaki
1  Risaalah fiil Qowaaidil fiqhiyah hal. 41, Maktabah Adwa’us salaf
2  HR. Tirmidzi no. 810, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Silsilah As-Shahihah no. 1200
3  Tuhfatul Ahwazi 3/635
___
@Gemawang, Yogyakarta tercinta
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel Muslim.or.id
sumber:

Minggu, 06 September 2015

MANFAAT UMROH

UMRAH DAN HAJI SEBAGAI PENEBUS DOSA

Oleh
Ustadz Nur Kholis bin Kurdian



عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ﴿العُمْرَةُ إِلَى العُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالحَجُّ المَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الجَنَّةُ﴾.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu‘anh berkata, “Sesungguhnya Rasûlullâh shallallahu’alaihiwasallam bersabda, “Umrah satu ke Umrah lainnya adalah penebus dosa antara keduanya, dan haji yang mabrur tidak ada pahala baginya selain Surga.” 

TAKHRIJ HADITS
Hadits ini sahih diriwayatkan oleh:
1. al-Bukhari dalam Sahîh-nya Bab Wujûb al-‘Umrah wa Fadhluha (no. 1773) dari jalur Malik bin Anas.[1] 

2. Muslim dalam Sahih-nya pada Bab Fadhl al-Hajj wa al-‘Umrah (no. 437) dari jalur Malik bin Anas.[2] 

3. al-Tirmidzi dalam Sunan-nya pada Bab Maa Dzukir fi Fadhl al-‘Umrah (no. 933) dari jalur Sufyan al-Tsauri.[3] 

4. al-Nasa’i dalam Sunan-nya pada Bab Fadhl al-Hajj al-Mabrûr (no. 2622) dari jalur Suhail bin Abi Saleh,[4] dan pada Bab Fadhl al-‘Umrah (no. 2629) dari jalur Malik bin Anas.[5] 

5. Ibn Majah dalam Sunan-nya pada Bab Fadhl al-Hajj wa al-‘Umrah (no. 2888) dari jalur Malik bin Anas.[6] 

Mereka semuanya dari Sumaiy dari Abu Hurairah radhiyallahu’anh marfu’an.

MAKNA MUFRADAT
كَفَّارَةٌ (Kaffarah) artinya penebus dosa 

الحَجُّ المَبْرُورُ (al-Hajj al-Mabrur) artinya Haji yang tidak tercampuri dengan dosa,[7] karena al-Mabrur dari kata al-Birr yang artinya ketaatan. Dan ada yang mengartikan sebagai haji yang diterima.[8] 

KEUTAMAAN UMRAH
Dalam hadits di atas, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan keutamaan umrah dan haji. Yaitu umrah dapat menebus dosa antara dua umrah. Penebus dosa semacam ini digolongkan oleh para Ulama dalam kategori amal shaleh atau ketaatan. Akan tetapi amal shaleh tersebut menurut Jumhur ahlus sunnah hanya dapat menebus dosa kecil saja, itupun dengan syarat menjauhi dosa-dosa besar.[9] Sebagaimana sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beberapa hadis, diantaranya :

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ، وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ، مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ

Shalat lima waktu, dan Jum’at satu ke Jum’at lainnya, dan Ramadhan satu ke Ramadhan lainnya adalah penebus dosa antara kesemuanya itu selagi seseorang menjauhi dosa-dosa besar.[10] 

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

مَا مِنَ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلَاةٌ مَكْتُوبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهَا وَخُشُوعَهَا وَرُكُوعَهَا، إِلَّا كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنَ الذُّنُوبِ مَا لَمْ يُؤْتِ كَبِيرَةً وَذَلِكَ الدَّهْرَ كُلَّهُ»

Tidaklah seorang Muslim kedatangan waktu shalat fardhu kemudian ia membaguskan wudhunya, membaguskan khusyuknya dan rukuknya kecuali hal itu sebagai penebus dosa yang telah ia lakukan sebelumnya selagi ia tidak melakukan dosa besar, dan penebusan dosa itu berlangsung sepanjang zaman.[11] 

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Semua dosa itu dapat diampuni dengan sebab amal shaleh kecuali dosa besar karena dosa besar itu hanya dapat ditebus dengan taubat.

Al-Qâdhi ‘Iyâdh rahimahullah berkata, “Ampunan yang disebutkan dalam hadis ini adalah selagi yang bersangkutan tidak melakukan dosa besar dan ini adalah pendapat ahlus sunnah, dan dosa besar itu hanya dapat ditebus dengan taubat atau rahmat dan keutamaan dari Allâh ta'ala.[12] 

Kemudian ada satu pertanyaan, “Jika seseorang tidak memiliki dosa kecil, karena dosa-dosa kecilnya telah tertebus dengan amal saleh lainnya seperti shalat lima waktu, Jum’at, puasa Arafah dan lain-lain, dosa apakah yang akan ditebus oleh umrah tersebut ?” 

Jawabannya adalah, “Jika seseorang tidak memiliki dosa kecil dan dosa besar, maka umrah satu ke umrah lainnya tersebut dicatat sebagai amal shaleh yang dengannya derajat seorang hamba menjadi tinggi. Dan jika ia tidak memiliki dosa kecil akan tetapi memiliki dosa besar maka diharapkan semoga dapat meringankannya.”

Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh as-Suyuthi rahimahullah pada salah satu faidah yang beliau rahimahullah nukil dari Imam Nawawi rahimahullah bahwasannya jika ada yang mengatakan, “Jika wudhu itu penebus dosa maka dosa apa yang akan ditebus oleh shalat ? Dan jika shalat itu penebus dosa maka dosa apa yang akan ditebus oleh puasa Arafah, puasa ‘Asyura’ dan ucapan amin seorang Makmum yang bertepatan dengan ucapan amin Para Malaikat ? yang mana semua itu adalah penebus dosa sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadits Nabi. Maka jawabannya adalah sebagaimana jawaban para Ulama yaitu semua amal shaleh itu adalah penebus dosa kecil jika dosa itu ada pada diri seorang hamba, dan jika pada dirinya tidak terdapat dosa besar atau kecil, maka semua amal shaleh itu ditulis sebagai kebaikan yang dengannya derajat seorang hamba ditinggikan, dan jika pada dirinya tidak ada dosa kecil, akan tetapi terdapat dosa besar maka kami berharap dapat memperingannya.[13] 

Kemudian apakah wujud penebusan dosa tersebut berupa penambahan berat timbangan kebaikan nanti pada hari kiamat atau penghapusan dosa ? 

Jawabannya adalah penebusan dosa tersebut berupa penghapusan dosa, sebagaimana yang telah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan dalam hadits lain bahwa amal kebaikan itu dapat menghapus dosa seorang hamba. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا

Dan iringilah perbutan jelek dengan perbuatan baik, maka perbuatan baik tersebut akan menghapusnya.[14] 

Seorang hamba ketika meninggalkan dunia ini dalam keadaan berbeda-beda, ada yang tidak memiliki dosa sama sekali, karena ia telah diberi taufik oleh Allâh Azza wa Jalla untuk melakukan amal shaleh dan bertaubat kepada-Nya dari semua dosa-dosa besarnya, ada pula yang membawa amal shaleh dan membawa dosa besar selain syirik. Jika Allâh Azza wa Jalla menghendaki pengampunan maka dosa besar seorang hamba akan diampuni-Nya, dan jika tidak, maka Allâh Azza wa Jalla akan melakukan timbangan amal untuk menentukan salah satu dari keduanya mana yang berat. 

Oleh karena itu hendaknya seorang Muslim senantiasa waspada ! Jika ia terjatuh kedalam kubangan dosa kecil maka hendaknya ia segera melakukan amal shaleh agar dosa akibat perbuatannya itu terhapus dengan amal shaleh yang dilakukannya. Sedangkan, jika ia terjatuh pada kubangan dosa besar maka hendaknya ia segera bertaubat sebelum ia lupa dan sebelum datang kematian menghampirinya. 

KEUTAMAAN HAJI MABRUR
Dalam hadits di atas, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyebutkan keutamaan haji mabrûr yakni haji yang tidak tercampuri dengan dosa. Balasan bagi orang yang hajinya mabrûr tiada lain kecuali surga. Imam Nawawi rahimahullah menambahkan bahwa balasan bagi orang yang hajinya mabrur itu tidak hanya diampuni dosa-dosanya akan tetapi juga dimasukkan ke dalam surga.[15] 

Ada suatu pertanyaan, “Apakah kriteria haji mabrûr itu ? 

Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah menyebutkan empat kriteria haji mabrûr, yaitu :

1. Ikhlâs karena Allâh Azza wa Jalla, bukan karena riyâ’ seperti ingin mendapatkan pujian dan penghormatan dari masyarakat, dan juga bukan karena sum’ah seperti menceritakan bahwa ia sudah pernah berhaji dengan tujuan agar dipanggil Pak haji atau Bu hajah.

2. Mutâba’ah mengikuti tuntunan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam manasiknya,[16] sebagaimana sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

لِتَأْخُذُوا مَنَاسِكَكُمْ

Hendaknya engkau ambil dariku tuntunan manasik kalian.[17]

3. Dari harta yang halal, bukan dari harta yang haram seperti riba, hasil dari perjudian atau hasil dari merampas hak orang lain,[18] atau hasil korupsi dan lain sebagainya, sebagaimana sabda Nabi:

أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ، فَقَالَ: يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا ۖ إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ [المؤمنون: 51] وَقَالَ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ [البقرة: 172] ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ، يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ؟ "

Wahai manusia, sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik pula. Sesungguhnya Allâh Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kepada kaum Mukminin seperti yang Dia perintahkan kepada para rasul. maka, Allâh Azza wa Jalla berfirman, ’Wahai para rasul! Makanlah dari (makanan) yang baik-baik, dan kerjakanlah kebajikan’ (al-Mu'minûn/23:51). Dan Allâh Azza wa Jalla berfirman,’Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari rizki yang baik yang Kami berikan kepada kamu’ (al-Baqarah/2:172). Kemudian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan orang yang bepergian dalam waktu lama; rambutnya kusut, berdebu, dan menengadahkan kedua tangannya ke langit, ‘Wahai Rabb-ku, wahai Rabb-ku,’ sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan diberi kecukupan dengan yang haram, bagaimana doanya akan dikabulkan?”.[19] 

4. Terbebas dari perbuatan rafats (jima’ atau perkataan dan perbuatan yang mengarah ke sana), dan fusuq (kefasikan), serta jidal (berdebat bukan dalam rangka menegakkan kebenaran).[20] Hal ini sebagaimana penjelasan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadis belia Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ، وَلَمْ يَفْسُقْ، رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

Barangsiapa melakukan haji ikhlas karena Allâh Subhanahu wa Ta’ala tanpa berbuat keji dan kefasikan, maka ia kembali tanpa dosa sebagaimana waktu ia dilahirkan oleh ibunya”.[21] 

Ulama yang lain menyebutkan bahwa tanda haji mabrur adalah amal perbuatan seseorang setelah menunaikan ibadah haji lebih baik dibandingkan sebelumnya.[22] 


FAWAID DARI HADITS
1. Amal shaleh dapat menebus dosa kecil, dan diantara amalan shaleh itu adalah umrah dan haji.

2. Balasan haji mabrûr selain bisa menebus dosa juga bisa menyebabkan masuk surga.

3. Harta yang halal merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan haji mabrûr.

4. Amal shaleh dapat mengangkat derajat seseorang di sisi Allâh Azza wa Jalla .

5. Ikhlas dan mutâba’ah merupakan syarat dasar diterimanya amal shaleh. 

6. Taubat merupakan penebus dosa kecil dan besar.

7. Bagi seorang hamba jika ia terjatuh dalam dosa kecil maka hendaknya ia segera melakukan amal shaleh sebagai kaffarah-nya, dan jika ia terjatuh dalam dosa besar maka hendaknya ia lekas-lekas bertaubat sebelum ia lupa atas dosa tersebut dan sebelum ajal menjemput nyawa. 

8. Seorang Muslim dalam melakukan amal shaleh hendaknya diniatkan untuk menebus dosa, kemudian diniatkan untuk mendapatkan pahala dan ridha Allâh Azza wa Jalla .

9. Wujud dari penebusan dosa bagi seorang hamba adalah terhapusnya dosa hamba yang bersangkutan.

10. Dosa besar selain kesyirikan itu tergantung pada kehendak Allâh Subhanahu wa Ta’ala , jika Dia menghendaki pengampunan maka diampuni dosa tersebut, dan jika tidak, maka dilakukan hisab.

MARAJI’
• Sahîh al-Bukhâri. Muhammad bin Isma’il. Beirut: Dar Tauq al-Najah, 1422 H. 
• Sahîh Muslim. Muslim bin Hajjaj. Beirut: Dar Ihya’ al-Turats al-‘Arabi, tanpa tahun.
• Sunan al-Tirmidzi. Muhammad bin ‘Isa. Mesir: Maktabah Musthafa al-Baby al-Halabi, 1395 H.
• Sunan al-Nasâ’i. Ahmad bin Syu’aib. Halab: Maktab al-Mathbu’at al-Islamiyyah, 1406 H.
• Sunan Ibn Mâjah. Muhammad bin Yazid. Tanpa tempat: Dar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyyah, tanpa tahun), hal. 964. 
• Kitab al-‘Ain. al-Khalil bin Ahmad al-Bashri. Tanpa tempat: Dar Maktabat al-Hilal, tanpa tahun.
• al-Muhkam wa al-Muhith al-A’dzam. Ibn Sidah. Beirut: Dar al-Kutub al-‘ilmiyah, 1421 H.
• al-Nihâyâh fi Gharîb al-Hadîts wa al-Atsar. Ibn al-Atsir. Beirut: Maktabat al-‘Ilmiyyah, 1399 H.
• Tafsîr Gharîb Maa fi al-Shahihain al-Bukhari wa Muslim. Muhammad bin Futuh al-Humaidi. Mesir: Maktabat al-Sunnah, 1415 H. 
• Lawami’ al-Anwâr al-Bahiyyah. Muhammad bin Ahmad al-Sifarini. Damaskus: Muassasat al-Khafiqain wa Maktabatiha, 1402 H.
• al-Minhaj Syarah Sahih Muslim bin Hajjaj. Yahya bin Syaraf al-Nawawi. Beirut: Dar Ihya’ Turats al-‘Arabi, 1392 H.
• al-Dibaj Syarh Sahih Muslim bin Hajjaj. Abdurrahman al-Suyuthi. Arab Saudi: Dar Ibn ‘Affan, 1416 H. 
• Syarh Riyâdh al-Shâlihin. Muhammad bin Saleh al-‘Utsaimin. Riyadh: Dar al-Wathan, 1426 H.

sumber:
http://almanhaj.or.id/content/4053/slash/0/umrah-dan-haji-sebagai-penebus-dosa/

Sabtu, 05 September 2015

UMROH SESUAI TUNTUNAN RASULULLAH

IBADAH ‘UMRAH SELANGKAH DEMI SELANGKAH

Oleh
Ustadz Ustadz Abu Minhaal -Hafizhahullahu-


Ibadah Umrah tidak disangsikan lagi membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan membutuhkan waktu yang tidak singkat. Patut disayangkan manakala ibadah umrah yang dilaksanakan dengan biaya yang tidak murah dan dengan cucuran keringat apabila tidak dilaksanakan sesuai dengan contoh yang pernah dilakukan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Bahkan tidak jarang kaum Muslimin diajari tata cara yang sangat mengikat, menyusahkan, membebani namun tanpa dasar syariat. Sehingga terkesankan manasik umrah membingungkan dan menyulitkan. Banyaknya tata cara dan bacaan do’a yang sangat beragam yang dianggap harus dihafal dan dibaca dalam thawaf, sa’i dan lainnya. 

Padahal seharusnya manasik umrah ini harus dibuat sesuai dengan tuntunan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang cukup sederhana dan mudah. Agar semua dapat melakukan ibadah tersebut dengan benar dan khusyu’ serta diterima Allâh Azza wa Jalla sebagai amalan yang shalih.

ETIKA YANG HARUS DIPERHATIKAN.
Ada beberapa etika yang harus diperhatikan bagi orang yang ingin menunaikan ibadah umrah untuk bisa mendapatkan kesuksesan. Diantaranya:

1. Hendaknya ikhlas dan mengharap ridha Allâh Azza wa Jalla dalam ibadah umrah
2. Menghindari riya dan sum’ah, ingin dipuji karena umrahnya
3. Mengikuti petunjuk Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menjalankan umrah
4. Menjalankan ibadah umrah dengan semangat dan serius
5. Mengharap umrahnya dapat mensucikan jiwanya dan meningkatkan derajatnya di sisi Allâh Subhanahu wa Ta’ala . 
6. Memanfaatkan waktu-waktu berharga di Mekah dan Madinah dengan memperbanyak ibadah dan dzikir

BERSIAP IHRAM UMRAH
Makna ihram adalah: berniat memasuki ibadah haji atau umrah. Orangnya disebut muhrim. Dengan niat ini, maka larangan-larangan ihrom mulai berlaku sampai tahallul (dengan mencukur). Setelah tahallul, seseorang kembali ke kondisi halal melakukan hal-hal yang terlarang sebelumnya. 

Langkah-langkah berihram untuk umrah:
1. Berangkat dari tanah air menuju Jeddah atau langsung Madinah di Kerajaan Saudi Arabia. 

2. Setelah di kota Madinah, maka orang yang ingin berumrah memulai ibadah umrahnya dari miqât penduduk Madinah yaitu Dzul Hulaifah (Bir Ali)

3. Apabila langsung menuju Makkah dan melewati salah satu dari lima miqaat yang ditetapkan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka berihram darinya. Biasanya di pesawat terbang diberitahu kalau mendekati miqaat agar bersiap-siap ihrom. Diperbolehkan mengenakan kain ihram di pesawat atau sebelum naik pesawat.

4. Jamaa’ah yang mampir di Madinah, apabila ingin berumrah berangkat ke miqât Dzul Hulaifah yang sekarang dikenal dengan nama Bir ‘Ali. Disunnahkan bagi yang berihrom untuk mandi dahulu lalu berniat umrah saat di Dzulhulaifah, tepat ketika bis akan berangkat meninggalkan Masjid Miqât, selama belum melewati miqot) dengan mengucapkan: 

لَـبَّـيْكَ عُمْرَةً

Aku penuhi panggilan-Mu untuk menunaikan umrah

5. Mulai membaca Talbiyah : 
Talbiyah diucapkan dengan membaca :

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكْ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكْ
إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكُ لاَ شَرِيْكَ لَكَ

Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allâh, Aku datang memenuhi panggilan-Mu, Tidak ada sekutu bagi-Mu, Ya Allâh aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji dan kebesaran untuk-Mu semata-mata. Segenap kerajaan untuk Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu

6. Disunnahkan bagi lelaki untuk membaca talbiyah dengan suara keras 

7. Talbiyah dibaca terus sepanjang perjalanan 

8. Sampai di Masjidil Haram: Talbiyah dihentikan saat melihat Ka’bah dan akan memulai thawaf. 

9. Memasuki Masjidil Haram dengan kaki kanan serta membaca doa masuk masjid

10. Ketika pertama kali melihat Ka’bah membaca:

اللهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ فَحَيِّنَا رَبَّنَا بِالسَّلاَمِ

Ya Allâh, Engkau Dzat Pemberi keselamatan, dariMu keselamatan, maka hidupkanlah kami dengan keselamatan, wahai Rabb kami

THAWAF TUJUH PUTARAN
1. Thawaf 7 putaran dimulai dan berakhir di Hajar Aswad 

2. Ka’bah berada sebelah kiri

3. Pakaian Ihram bagi lelaki disunnatkan membuka pundak kanan (al-idhzhibâ’)

4. Disunnahkan bagi lelaki untuk berlari kecil pada 3 putaran pertama.

5. Mulai thawaf dengan menuju tempat yang lurus dengan rukun Hajar Aswad (menyerong)

6. Mencium atau menyentuh Hajar Aswad, bila tidak bisa, maka dengan memberi isyarat tangan dengan mengangkatnya ke arah Hajar Aswad (dengan menghadap arah Hajar Aswad)

7. Membaca doa memulai thawaf: 

بِسْمِ اللهِ اَللهُ أَكْبَرُ 
اَللَّهم إِيْمَانًا بِكَ وَتَصْدِيْقًا بِكِتَابِكَ وَوَفَاءً بِعَهْدِكَ وَاتِّبَاعًا لِسُنَّةِ نَبِيِّكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Dengan nama Allâh, Allâh Maha Besar. Ya Allâh (aku mulai thawaf) dengan keimanan kepada-Mu, membenarkan kitab-Mu (Al-Qur`an), dan setia menunaikan perjanjian kepada-Mu dan serta mengikuti petunjuk Nabi-Mu Shallallahu ‘alaihi wa sallam 

8. Dalam thawaf boleh membaca dzikir bebas, berdoa atau membaca al-Qur`an. 

9. Ketika akan melewati Rukun Yamani, menyentuhnya, bila tidak bisa dilewati saja.

10. Antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad membaca: 

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

11. Memberi isyarat setiap melewati Hajar Aswad dengan membaca Allâhu akbar (hal ini dilakukan bila tidak bisa mencium atau menyentuhnya dengan tangan)
12. Thawaf selesai di Hajar Aswad

13. Setelah tujuh putaran selesai, berdoa di Multazam, yaitu dinding antara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah (bila memungkinkan)

14. Menuju Maqam Ibrahim dengan membaca: 

وَاتَّخِذُوْا مِنْ مَقـَامِ إِبْرَاهِيْمَ مُصَلًّى

Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim sebagai tempat shalat [al-Baqarah/2:125]

15. Mengerjakan shalat 2 rakaat di belakang Maqam Ibrahim. Membaca surat al-Fatihah dan al-Kafirun di rakaat pertama, dan al-Fatihah dan al-Ikhlash di rakaat kedua. Ketika akan shalat, posisi kain ihram (bagi laki-laki) ditutupkan kembali sehingga menutupi pundak kanan yang terbuka saat thawaf. 

16. Menuju tempat air zamzam, disunnahkan minum sampai kenyang. 

17. Menuju bukit Shofa untuk Sa’i.

Catatan: agar selalu memperbanyak dzikir dan doa kepada Allâh. 

SAI ANTARA SHAFA DAN MARWA
Sa’i adalah berjalan antara Shafa dan Marwah dengan niat beribadah kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala . 

1. Usai thawaf, menuju ke tempat sa’i, dengan menaiki beberapa anak tangga yang paling dekat dengan Hajar Aswad

2. Kemudian, menuju ke Shafa untuk melaksanakan sa’i umrah dan jika telah mendekati Shafa, membaca: 

إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ

Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allâh. [al-Baqarah/2:158].

3. Kemudian mengucapkan: 

نَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللَّهُ بِهِ

"Kita memulai sebagaimana Allah Azza wa Jalla memulai"

4. Menaiki bukit Shafa (bukit ini tidak tinggi), lalu menghadap ke arah Ka’bah hingga melihatnya -jika hal itu memungkinkan- , kemudian membaca:

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ 
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ أَنْجَزَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ

Allâh Mahabesar, Allâh Mahabesar, Allâh Mahabesar. 

Tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali hanya Allâh semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya lah segala kerajaan dan segala pujian untuk-Nya. Dia yang menghidupkan dan yang mematikan. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.

Tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali hanya Allâh semata. Dialah yang telah melaksanakan janji-Nya, menolong hamba-Nya dan mengalahkan tentara sekutu dengan sendirian.”

5. Bacaan ini diulang tiga kali dan setelah itu berdoa dengan doa apa saja untuk memohon kebaikan dunia dan akherat.

6. Lalu turun dari Shafa dan berjalan menuju ke Marwah dengan jalan biasa

7. Disunnahkan berlari-lari kecil dengan cepat dan sungguh-sungguh di antara dua tanda lampu hijau yang berada di tempat sa’i bagi laki-laki, lalu berjalan biasa menuju Marwah dan menaikinya. (Tanda lampu hijau lebih dekat dengan Shafa). 

8. Setibanya di Marwah, mengerjakan hal-hal yang dikerjakan di Shafa pertama kali, yaitu menghadap kiblat, bertakbir, membaca dzikir dan berdoa dengan doa apa saja yang dikehendaki. 

9. Perjalanan dari Shafa ke Marwah dihitung satu putaran.

10. Kemudian berjalan menuju ke Shafa dengan jalan biasa. Ketika berada di antara lampu hijau, disunnahkan bagi kaum lelaki berlari cepat

11. Perjalanan antara Marwah dan Shafa dihitung satu putaran

12. Pada putaran-putaran berikutnya, melakukan hal yang sama seperti di atas

13. Dengan demikian, sa’i akan berakhir di Marwah.

14. Dalam perjalanan antara Shafa Marwah dan sebaliknya, tidak ada dzikir-dzikir tertentu, karenanya boleh berdzikir, berdoa, atau membaca al-Qur`an. 

15. Boleh juga membaca doa di bawah ini yang dahulu pernah dibaca oleh Sahabat Abdullah bin Mas’ud dan Sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma antara Shafa dan Marwah :

اللَّهُمَّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ الأَعَزُّ الأَكْرَمُ

Ya Rabbku, ampuni dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa dan Maha Pemurah).

TAHALLUL
Tahallul dari kata halal yang artinya seorang muhrim (yang sedang berihram) akan kembali boleh melakukan hal-hal yang sebelumnya dilarang dalam kondisi ihram. 

1. Tahallul dikerjakan setelah sa’i

2. Disunnahkan bagi kaum lelaki untuk mencukur seluruh rambut kepala (gundul)

3. Bagi wanita, tahallul dilakukan dengan memegang ujung rambutnya lalu memotong rambutnya kurang lebih sepanjang satu ruas jari. 

4. Dengan ini, umrah sudah selesai.

Demikian langkah-langkah menunaikan ibadah umrah secara ringkas. Semoga Allâh menerima ibadah umrah yang dikerjakan para hambaNya, dan menghapuskan dosa-dosa yang pernah diperbuat, serta meningkatkan derajat di sisi Allâh Dzat Yang Maha Pengasih. 

sumber:
http://almanhaj.or.id/content/4054/slash/0/ibadah-umrah-selangkah-demi-selangkah/