Sesudah hewan disembelih, sebaiknya penanganan hewan qurban (pengulitan
dan
pemotongan) baru dilakukan setelah hewan diyakini telah mati.
Hukumnya
makruh menguliti hewan sebelum nafasnya habis dan aliran darahnya
berhenti
(Al Jabari, 1994). Dari segi fakta, hewan yang sudah disembelih tapi
belum
mati, otot-ototnya sedang berkontraksi karena stress. Jika dalam
kondisi
demikian dilakukan pengulitan dan pemotongan, dagingnya akan alot
alias
tidak empuk. Sedang hewan yang sudah mati otot-ototnya akan
mengalami
relaksasi sehingga dagingnya akan empuk.
Setelah penanganan
hewan qurban selesai, bagaimana pemanfaatan daging hewan
qurban tersebut ?
Ketentuannya, disunnahkan bagi orang yang berqurban, untuk
memakan daging
qurban, dan menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, dan
menghadiahkan
kepada karib kerabat. Nabi SAW bersabda :
فَكُلُوا وَأَطْعِمُوا
وَادَّخِرُو
“Makanlah daging qurban itu, dan berikanlah kepada fakir-miskin,
dan
simpanlah.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi, hadits shahih)
Berdasarkan
hadits itu, pemanfaatan daging qurban dilakukan menjadi tiga
bagian/cara,
yaitu : makanlah, berikanlah kepada fakir miskin, dan
simpanlah. Namun
pembagian ini sifatnya tidak wajib, tapi mubah (lihat Ibnu
Rusyd, Bidayatul
Mujtahid I/352; Al Jabari, 1994; Sayyid Sabiq, 1987).
Orang yang berqurban,
disunnahkan turut memakan daging qurbannya sesuai
hadits di atas. Boleh pula
mengambil seluruhnya untuk dirinya sendiri. Jika
diberikan semua kepada
fakir-miskin, menurut Imam Al Ghazali, lebih baik.
Dianjurkan pula untuk
menyimpan untuk diri sendiri, atau untuk keluarga,
tetangga, dan teman karib
(Al Jabari, 1994; Rifa’i et.al, 1978).
Akan tetapi jika daging qurban sebagai
nadzar, maka wajib diberikan semua
kepada fakir-miskin dan yang berqurban
diharamkan memakannya, atau
menjualnya (Ad Dimasyqi, 1993; Matdawam,
1984)
Pembagian daging qurban kepada fakir dan miskin, boleh dilakukan hingga
di
luar desa/ tempat dari tempat penyembelihan (Al Jabari, 1994).
Bolehkah
memberikan daging qurban kepada non-muslim ? Ibnu Qudamah (mazhab
Hambali)
dan yang lainnya (Al Hasan dan Abu Tsaur, dan segolongan ulama
Hanafiyah)
mengatakan boleh. Namun menurut Imam Malik dan Al Laits, lebih
utama
diberikan kepada muslim (Al Jabari, 1994).
Penyembelih (jagal), tidak boleh
diberi upah dari qurban. Kalau mau memberi
upah, hendaklah berasal dari orang
yang berqurban dan bukan dari qurban
(Abdurrahman, 1990). Hal itu sesuai
hadits Nabi SAW dari sahabat Ali bin Abi
Thalib RA :
وَأَنْ لَا أُعْطِيَ
الْجَازِرَ مِنْهَا شَيْئًا
“…(Rasulullah memerintahkan kepadaku) untuk tidak
memberikan kepada
penyembelih sesuatu daripadanya (hewan qurban).” (HR.
Bukhari dan Muslim)
(Al Jabari, 1994)
Tapi jika jagal termasuk orang fakir
atau miskin, dia berhak diberi daging
qurban. Namun pemberian ini bukan upah
karena dia jagal, melainkan sedekah
karena dia miskin atau fakir (Al Jabari,
19984).
Menjual kulit hewan adalah haram, demikianlah pendapat jumhur ulama
(Ibnu
Rusyd, Bidayatul Mujtahid I/352). Dalilnya sabda Nabi SAW:
وَلَا
تَبِيعُوا لُحُومَ الْهَدْيِ وَالْأَضَاحِيِّ فَكُلُوا
وَتَصَدَّقُوا
وَاسْتَمْتِعُوا بِجُلُودِهَا وَلَا تَبِيعُوهَا
“Dan
janganlah kalian menjual daging hadyu (qurban orang haji) dan daging
qurban.
Makanlah dan sedekahkanlah dagingnya itu, ambillah manfaat kulitnya,
dan
jangan kamu menjualnya…” HR. Ahmad) (Matdawam, 1984).
Sebagian ulama seperti
segolongan penganut mazhab Hanafi, Al Hasan, dan Al
Auza’i membolehkannya.
Tapi pendapat yang lebih kuat, dan berhati-hati
(ihtiyath), adalah janganlah
orang yang berqurban menjual kulit hewan
qurban. Imam Ahmad bin Hambal sampai
berkata,”Subhanallah ! Bagaimana harus
menjual kulit hewan qurban, padahal ia
telah dijadikan sebagai milik Allah
?” (Al Jabari, 1994).
Kulit hewan
dapat dihibahkan atau disedekahkan kepada orang fakir dan
miskin. Jika
kemudian orang fakir dan miskin itu menjualnya, hukumnya boleh.
Sebab
-menurut pemahaman kami– larangan menjual kulit hewan qurban tertuju
kepada
orang yang berqurban saja, tidak mencakup orang fakir atau miskin
yang diberi
sedekah kulit hewan oleh orang yang berqurban. Dapat juga kulit
hewan itu
dimanfaatkan untuk kemaslahatan bersama, misalnya dibuat alas
duduk dan
sajadah di masjid, kaligrafi Islami, dan sebagainya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar